Baby's Breath Chapter 17
Tittle : Baby's Breath
Cast(s) : Baekhyun and Chanyeol, with EXO as Cameos
Disclaimer : I don't own anything . Story belong to Jindeul .
Note : Diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Amusuk dan Yaoi_fanboyBaby's Breath [Indonesia] https://www.asianfanfics.com/story/view/390422/baby-s-breath-indonesian-indonesian-exo-translation-baekhyun-chanyeol-baekyeol-chanbaek
Baby's Breath [English/The Real] http://www.asianfanfics.com/story/view/378771/baby-s-breath-angst-romance-exo-baekhyun-chanyeol-baekyeol-chanbaek
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baby’s Breath
Baby’s Breath
Baby’s Breath”, bunga klasik yang biasa dipakai sebagai pengisi korsase, buket, dan rangkaian bunga lainnya.
Melambangkan kesucian, ketulusan, dan kebahagiaan; alasan utama mengapa florist menggunakannya bersama
dengan mawar, simbol teramat kuat cinta sejati.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Deskripsi : Namaku Byun Baekhyun.
Saudara tiriku Park Chanyeol.
Aku adalah kapten tim sepak bola sekolah kami dan peringkatku juga tinggi, kurang lebih.
Saudara tiriku mempunyai IQ 65 “di bawah rata-rata”. Dia menjalani home-schooling selama sebagian besar hidupnya. Ya, dia mengalami keterbelakangan mental. Lumpuh secara intelektual. Cacat secara jasmani. Terserah kau menyebutnya apa. Dia tidak berbuat banyak dalam hidupnya selain menyirami tanaman di toko bunga milik keluarga kami dan berusaha memecahkan soal matematika kelas dua. Dia masih menghitung dengan jari.
Hidupku berubah, sedikitnya, semenjak kepindahannya ke rumah kami.
Namaku Byun Baekhyun dan aku ingin saudara tiriku yang bodoh ini menghilang.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baekhyun terbangun karena suara alarm yang berasal dari dalam kantong celana saunanya, lupa mematikan pengingat harian yang selalu berbunyi setiap pukul tujuh untuk sekolah. Dia tidak melihat bintang-bintang dari plastik yang memudar menempel di langit-langit saat dia bangun kali ini, tidak juga jam Charizard-nya yang ekornya berayun ke kiri-kanan setiap detik. Dia terbangun di samping tubuh hangat seseorang.
Saat dia bergerak, Chanyeol perlahan-lahan terbangun, dengan malas berkedip-kedip kepadanya, kemudian tersenyum. Saat dia bicara, suaranya lebih rendah dengan nada yang membuat Baekhyun sedikit tersipu.
“Selamat pagi,” Chanyeol menggumam dan menguap.
Baekhyun tidak sadar kalau dia menggunakan lengan Chanyeol sebagai bantal sepanjang malam, bukan handuknya, dia malah menghadap ke Chanyeol dengan satu lengan Chanyeol melingkarinya. Semburat merah muda naik ke ujung telinganya seperti uap. Untuk mencegah rasa malunya, dia cepat-cepat berguling keluar dari dekapan Chanyeol dan duduk dengan punggung menghadap saudara tirinya, berpura-pura asyik dengan ponselnya untuk sekedar menghiraukan kenyataan bahwa Chanyeol telah berhasil membuatnya meleleh.
“Janganbicarapadakuberanisekalikaumelakukanitusaatakutidur,” dia berkata dengan cepat, dengan jengkel menelusuri daftar panggilan tak terjawab dan sms.
Sebagian besar dari ibunya dan sisanya dari Jongin. Memutuskan untuk tidak menelepon ibunya karena alasan yang jelas, dia langsung menghubungi Jongin yang ada di speed dial dan menunggu nada dering di seberang sana. Sebuah suara yang jenuh mengangkat teleponnya. Lumayan jelas juga bahwa dia telah membantu membangunkan Jongin untuk sekolah.
“B-Baek!” Jongin terbata-bata saat akhirnya dia menyadari siapa peneleponnya, rasa kantuk menghilang dari suaranya, “Hey, kau dimana, sih? Ibumu meneleponku kemarin, dan aku harus cepat beralasan dan bilang bahwa kau menginap disini; kau baik-baik saja?”
“Oh, terima kasih.” Baekhyun berdehem, menggaruk belakang lehernya sementara Chanyeol sudah tengkurap untuk menghangatkan badannya di lantai marmer yang dipanaskan. “Ya, kami baik-baik saja. Hanya saja… sesuatu terjadi kemarin dan aku harus membawa Chanyeol pergi.”
“Kau datang ke sekolah?”
“Kita berada satu jam jauhnya dari rumah. Kecuali kau kenal dekat dengan Superman atau apapun yang bisa memberi kita tumpangan, ku pikir itu mustahil.”
Ada sebuah jeda di seberang sana. “Hey, Baekhyun?” Jongin berkata dengan hati-hati, “Aku tahu kau mengalami saat-saat yang berat, Kawan, tapi kau harus datang ke sekolah. Hal yang paling buruk yang bisa mereka lakukan adalah menilaimu lamban. Pelatih menemukan pengganti Woohyun, tapi kau ikut bermain dengan kita Sabtu ini.”
“Sabtu?” Baekhyun menyela, “Sabtu ini?” Jantungnya serasa terkunci rapat dan merosot ke dalam rongga perutnya saat dia mengingat apa yang telah perwakilan institusi itu katakan malam sebelumnya, tentang Chanyeol harus ikut dengan mereka Sabtu ini. Dia tidak sadar berapa lama dia telah membiarkan Jongin menunggu sampai dia mendengar ‘halo?’ yang samar di seberang sana. “Hey, aku akan memikirkan solusinya, oke? Aku akan menelepon jika terjadi sesuatu, terima kasih.” Dia berkata cepat. “Aku berhutang padamu.”
“Ya kau memang berhutang, dan hey… berhati-hatilah.”
Mereka keluar dari spa tersebut sekitar pukul dua, mengingat cukup berbahaya berkeliaran dengan memakai seragam. Tidak hanya mencurigakan, tetapi juga kemungkinan besar mereka akan berhadapan dengan segerombol anak berandal dari sekolah lain jika mereka pergi ke tempat yang salah. Jadi, untuk mencegah situasi itu, Baekhyun dan Chanyeol sama-sama melepas blazer mereka dan berjalan keliling hanya dengan rompi dan kemeja putih. Tentu saja, mereka terlihat seperti domba-domba yang mudah diserang, tapi itu lebih baik daripada menarik perhatian yang tidak diinginkan.
“Jadi… aku hanya punya sedikit koin di kantongku, tidak akan cukup membawa kita pulang dengan kereta bawah tanah yang berikutnya.” Baekhyun berkata sambil menggerogoti bibir bawahnya saat menghitung koin-koin yang ada di tangannya.
“Tunggu, tunggu!” Chanyeol berseru, melepas sepatunya yang sebelah kiri kemudian menyerahkan selembar uang kumal yang terselip di bawah tapak sepatunya kepada Baekhyun. Uangnya sedikit basah karena keringat, tapi hanya itu yang mereka punya. “Untuk… untuk keadaan darurat,” dia mengangguk dengan cengiran sumringah di wajahnya.
“Hei, kenapa tidak dari tadi kau memberitahuku kau punya ini!” Baekhyun mendengus, lebih karena tidak percaya karena Chanyeol kelihatannya senang membuatnya menderita sampai saat-saat akhir. Lagipula, Chanyeol tidak kelihatan lupa akan uang di sepatunya kalau dilihat dari senyum jenaka di wajahnya. Dia membiarkannya berlalu. “Apa kau ingin mengakui sesuatu yang lain, atau mengeluarkan sebuah koin dari telingamu?”
Chanyeol menggenggam tangan di balik punggungnya dan menggeleng, benar-benar puas dengan dirinya sendiri.
Dia membalik uang itu dengan cengiran lebar. “Dengan uang sebanyak ini, kita bisa bermain beberapa permainan sebelum kita pulang, Mungkin membeli es krim juga?” Baekhyun menyeringai, menunjuk sebuah tanda neon ‘Arcade’ di seberang jalan yang menyala merah. Dia menarik Chanyeol sambil tertawa. “Ayo!”
Ternyata ini adalah pertama kalinya untuk Chanyeol pergi ke arcade juga, yang membuat Baekhyun terkejut karena dia menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di arcade, bermain permainan retro dengan teman-teman lama dan baru.
Chanyeol begitu terpukau oleh suara-suara tumpang-tindih satu sama lain dan tampilan cahaya yang benderang sampai kacamatanya telah merosot dari hidungnya dan mulutnya yang sedikit menganga saat mereka sampai untuk membeli token.
“Ini, taruh koin-koin ini di kantongmu, kau menggunakannya untuk bermain game,” Baekhyun mengajarinya, memasukkan segenggam penuh koin emas yang memudar ke dalam kantong Chanyeol dan kantongnya sendiri. Dia menarik pemuda yang lebih tinggi darinya itu ke dua pojok DDR dan memasukkan dua koin ke dalam celah. “Perhatikan, yang satu ini adalah kesukaanku,” dia menyeringai, memilih salah satu dari level yang paling sulit dengan menekan tombol yang berbentuk kubah.
Chanyeol memiringkan kepalanya saat mendengar suara seorang gadis Jepang yang keluar entah darimana, dan mundur dengan kagum saat blok di lantai menyala merah dan biru. “Baekhyun!” Dia sempat bingung beberapa saat sampai Baekhyun mulai menari mengikuti tanda panah yang ada di layar, menghentakkan kakinya tepat pada blok tersebut. Suara gadis jepang itu mulai terdengar menyatu setelah “Awesome!” dan“Perfect!” yang berulang-ulang, mengikuti gerakan Baekhyun.
Chanyeol bertepuk tangan agak melenceng dari musik, terlihat benar-benar bersemangat saat lagunya berakhir. Saat tiba gilirannya, dia memasukkan dua koin dan Baekhyun memilih level paling mudah untuknya.
“Oke, mulai! Injak tanda panahnya! Tidak, bukan seperti itu! Bukan dengan tanganmu!” Baekhyun tertawa.
Untuk seorang yang tinggi, Chanyeol sangat ceroboh, seperti seekor jerapah yang baru lahir yang masih belum tahu caranya menggunakan kaki panjangnya. Bagaimanapun juga, walaupun Chanyeol tidak punya kesempatan untuk mendapat “Nice!” atau bahkan “Great!” Baekhyun menyemangatinya lebih keras daripada si narator jepang.
“Yang satu ini disebut Whack-A-Mole.” Baekhyun berkata setelah menjelajah setengah dari arcade dan membuat Chanyeol akrab denganStreet Fighters, Need for Speed dan Slam Dunk. “Kau harus memukul kepala tikus-tikus itu untuk mendapatkan skor terbaik.”
“Kenapa? I-Itu kan sakit….”
“Tikus-tikus itu bohongan,” Baekhyun memutar bola matanya, merapatkan jari-jari Chanyeol di sekeliling pegangan palu, “Ayo, kau sudah melewatkan satu! Pukul saja dengan pelan kalau begitu!”
Dia membantunya di awal, tapi lama-kelamaan Chanyeol berhenti bersikap terlalu sentimental terhadap tikus-tikus plastik itu, dia juga meneriaki mereka, menggunakan jari-jarinya yang terkepal dengan palu saat yang palu tidak lagi cukup.
Chanyeol mencetak skor tertinggi untuk Whack-A-Mole, setelah tujuh kali mencoba.
Mereka menemukan sebuah pojok yang baru dipasang di arcade, terlihat berteknologi tinggi yang disebut Zombie Slayers. Mereka berdua memegang senapan mainan dan Baekhyun memasukkan koin terakhirnya dan membayar untuk satu babak. “Kita berdua main untuk yang satu ini, tembak saja zombienya, oke?”
Sayangnya, Chanyeol tidak tahu apa itu zombie dan berakhir menembaki apapun yang dia lihat di layar, termasuk pejalan kaki, anjing-anjing tidak bersalah, dan Baekhyun.
“Tidak ada lagi?” Baekhyun bertanya setelah menaruh senjatanya, merogoh kantongnya.
Chanyeol mengorek-ngorek kantongnya dan mengangguk. “Tidak ada lagi.”
“Tapi tadi itu sangat menyenangkan, ya kan?” Pemuda yang lebih pendek, tersenyum, bertanya saat dia dan Chanyeol berjalan keluar dariarcade.
“Super-duper menyenangkan,” seru Chanyeol.
Mereka tidak menyadari sudah seberapa larut semenjak mereka meninggalkan arcade dan pergi untuk membeli es krim di supermarket, yang semakin banyak kau membelinya, maka semakin murah. Bahkan setelah membeli dua buah es krim, mereka masih punya uang yang lebih dari cukup untuk pulang ke rumah. Mereka menghabiskan waktu untuk makan, saat Baekhyun pikir menyenangkan juga untuk melenggang sedikit dan menyenggol Chanyeol sesekali, tanpa sadar bahwa itu adalah salah satu cara halusnya untuk menggoda.
Saat mereka sudah dekat dengan stasiun kereta api bawah tanah, seorang wanita menghentikan mereka. Di atas kepalanya terdapat sebuah keranjang yang padat oleh berbagai macam buah-buahan, tapi masalahnya benda itu terlihat terlalu berat bagi wanita itu untuk dibawa di atas dua pasang kaki yang kurus. “Nak, apakah salah satu dari kalian bisa tolong membawakan ini ke sana untukku?” Dia menunjuk ke seberang jalan di mana disana terdapat parkiran.
“Oh, tentu saja.” Baekhyun menyetujui, menyerahkan bungkus es krim kepada Chanyeol. “Chanyeol, kau bisa buangkan ini dan belikan dua lagi? Aku mau cokelat drumstick, kau tahu yang mana, kan?”
Chanyeol mengangguk, menggenggam kembalian yang Baekhyun berikan padanya dengan erat.
Dia tidak bergeming sampai Baekhyun mengangkat keranjangnya dan mulai berjalan dengan wanita tua itu, yang mana saat dia berbalik dan berkeliling untuk mencari toko yang mereka lewati sebelumnya. Ternyata lebih jauh dari yang ia pikir, tapi saat dia sudah di dalam, dia memusatkan pikirannya untuk memilih cokelat drumstick kesukaan Baekhyun dan es krim vanilla cone untuk dirinya. Ada antrian kecil di depan konter, jadi otomatis dia mengalihkan perhatian ke sebuah televisi mini yang menyiarkan berita.
…Polisi setempat telah memperingatkan bahwa sekelompok penjual organ tubuh sedang marak untuk beberapa kasus penculikan yang dilaporkan seminggu terakhir ini…Orang-orang hilang belum ditemukan…Jangan mengikuti orang asing sendirian ke tempat sepi…Segera laporkan segalam macam bentuk aktivitas yang mencurigakan kepada polisi.
Berita yang menggoncang itu tidak menarik perhatian Chanyeol sampai dia keluar dari supermarket dengan dua buah es krim di masing-masing tangannya. Dia menemukan tempat terakhir kali Baekhyun meninggalkannya dan dia tak menemukannya di sana, jadi dia berputar-putar, memanggil-manggil nama saudaranya. Es krimnya mencair, dan, dalam keadaan panik dia menghentikan orang-orang yang sedang berjalan dan hanya berkomat-kamit ‘Baekhyun? Baekhyun?’ kepada mereka. Mereka mengabaikannya. Mereka mengata-ngatainya.
Dia panik saat es krim mencair ke sekujur tangannya.
“Baekhyun!” Dia berteriak.
Segera laporkan segalam macam bentuk aktivitas yang mencurigakan kepada polisi.
Segera laporkan segalam macam bentuk aktivitas yang mencurigakan kepada polisi.
Segera laporkan segalam macam bentuk aktivitas yang mencurigakan kepada polisi.
Dia menjatuhkan es krimnya dan berlari cepat menuju ke sebuah telepon umum. Dia tidak pernah menggunakan telepon umum sebelumnya, tetapi dia punya intuisi, dia memasukkan sisa koin yang dia punya ke dalam celah, seperti yang dia lakukan di arcade, dan menekan ‘119’ yang dia lihat di layar. Saat dia mendengar seorang wanita mengangkat teleponnya, dia nyaris saja berteriak kepada si penerima, “Baekhyun! B-Baekhyun, saudaraku! Baekhyun pergi dengan seseorang dan aku tidak tahu di mana dia, tolong!”
“Harap tenang, tuan, Anda berada di mana sekarang?”
“A-Aku tidak tahu, aku tidak tahu.” Chanyeol menjerit, melihat sekelilingnya dengan panik dan mencari kata terdekat yang dapat dia baca, kecuali dia tidak terlalu bisa membaca kata-kata yang rumit. “W-Woo… Woojangsan! Di s-sebelah…,” dia menyipitkan matanya ke kejauhan saat dia berusaha membaca tanda toko itu, “Mr. Pizza!”
“Kami akan segera mengirim petugas, Tuan.”
“T-Tolong, cepat, saudaraku, saudaraku….”
Tak berapa lama kemudian, suara sirine polisi yang nyaring membuat semua mobil yang berjalan berhenti. Bukannya menghampiri Chanyeol, mereka mulai menyebarkan petugas ke segala pojok sempit, dan saat Chanyeol berlari menyeberang untuk mencari tahu ke mana mereka pergi, dia menemukan Baekhyun, dan wanita tua itu di borgol di sampingnya.
Sirine mobil polisi itu berbunyi lebih keras seperti dua tembakan menyusul mobil minivan putih
“Chanyeol, apa yang terjadi?” Baekhyun bertanya, ketakutan, saat Chanyeol berlari menghampirinya dan memeluknya cukup erat untuk mengangkatnya satu inchi atau lebih di atas tanah.
Chanyeol melilitkan tangannya yang lengket di sekitar Baekhyun dan menenggelamkan jari-jarinya di rambut saudaranya, mendekapnya seolah-olah dia terlalu takut untuk melepaskannya. “Ku pikir aku kehilanganmu,” Chanyeol berkata di antara isak tangisnya, seluruh badannya gemetar, “ku pikir aku kehilanganmu.”
Dia tidak mengatakan sesuatu yang lain selain empat kata tersebut, dan Baekhyun hanya membalas pelukannya sama eratnya, bertanya-tanya sudah berapa kali dia mengatakan pada dirinya sendiri hal yang serupa.
“Benci mengacaukan suasana ini, tapi kami butuh kalian untuk ikut bersama kami.”
Baekhyun buru-buru melepas Chanyeol yang masih terisak untuk menghadap ke petugas berseragam hitam, wajahnya yang tegas dan karismatik terlihat sangat, sangat tidak asing.
“…Kris?”
0 Response to "Baby's Breath Chapter 17"
Post a Comment