Baby's Breath Chapter 18
Tittle : Baby's Breath
Cast(s) : Baekhyun and Chanyeol, with EXO as Cameos
Disclaimer : I don't own anything . Story belong to Jindeul .
Note : Diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Amusuk dan Yaoi_fanboyBaby's Breath [Indonesia] https://www.asianfanfics.com/story/view/390422/baby-s-breath-indonesian-indonesian-exo-translation-baekhyun-chanyeol-baekyeol-chanbaek
Baby's Breath [English/The Real] http://www.asianfanfics.com/story/view/378771/baby-s-breath-angst-romance-exo-baekhyun-chanyeol-baekyeol-chanbaek
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baby’s Breath
Baby’s Breath
Baby’s Breath”, bunga klasik yang biasa dipakai sebagai pengisi korsase, buket, dan rangkaian bunga lainnya.
Melambangkan kesucian, ketulusan, dan kebahagiaan; alasan utama mengapa florist menggunakannya bersama
dengan mawar, simbol teramat kuat cinta sejati.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Deskripsi : Namaku Byun Baekhyun.
Saudara tiriku Park Chanyeol.
Aku adalah kapten tim sepak bola sekolah kami dan peringkatku juga tinggi, kurang lebih.
Saudara tiriku mempunyai IQ 65 “di bawah rata-rata”. Dia menjalani home-schooling selama sebagian besar hidupnya. Ya, dia mengalami keterbelakangan mental. Lumpuh secara intelektual. Cacat secara jasmani. Terserah kau menyebutnya apa. Dia tidak berbuat banyak dalam hidupnya selain menyirami tanaman di toko bunga milik keluarga kami dan berusaha memecahkan soal matematika kelas dua. Dia masih menghitung dengan jari.
Hidupku berubah, sedikitnya, semenjak kepindahannya ke rumah kami.
Namaku Byun Baekhyun dan aku ingin saudara tiriku yang bodoh ini menghilang.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dia pikir itu hanyalah mimpi. Baekhyun pikir mana mungkin kebetulan seperti itu bisa terjadi, seorang murid pindahan dari Vancouver bisa menjadi seorang polisi. Kelihatannya, dia memiliki posisi yang penting, dilihat dari bagaimana para anggota polisi yang lain menghormatinya. Dia tidak tahu bagaimana harus merespon, karena Kris juga salah seorang teman sekelasnya, persis seperti si mata elang berambut hitam.
Baekhyun berdehem, "Kris. Kau Kris, kan?"
Pemuda yang lebih tinggi (tentunya lebih, lebih tinggi)—yang sedang sibuk menulis buku catatannya dengan bolpoin—mendongak, tidak repot-repot untuk langsung menjawab. Pada akhirnya dia menyadari keduanya. "Oi, wajan kecil dan wajan besar," dia terkekeh, menyerahkan buku catatannya kepada petugas lain dan mengiringi mereka berdua ke mobil patroli. Dia membuka pintu belakang untuk mereka, dan memberi tanda kepada kedua pemuda yang lain. "Ayo, kita bisa mengobrol sepanjang perjalanan pulang, tempat ini agak sedikit berantakan untuk sebuah percakapan."
Baekhyun masih tetap bingung, namun ia tidak menolak tumpangan gratis; toh, diam-diam ia heboh karena bisa mengendarai mobil polisi yang bagus (bukan yang kecil, tapi yang keren seperti di film action!). Tidak setiap hari orang non-kriminal punya kesempatan seperti ini!
Saat mereka di dalam, Chanyeol memandang berkeliling, dan Baekhyun yang pertama angkat bicara setelah Kris mematikan laporan polisi yang terus berkomat-kamit dari frekuensi tetap. "Kita tidak...akan mendapat masalah karena ini, kan?"
"Tidak," kata Kris, membuat Baekhyun lega, "Tapi kalian akan ditahan di pos untuk sementara, untuk beberapa pertanyaan. Ini adalah kasus yang besar dan kami butuh beberapa saksi. Kau beruntung, wajan kecil. Jika teleponnya terlambat sebentar saja, kau mungkin sudah ditemukan di tempat sampah dengan organ-organ dalam yang sudah menghilang."
Baekhyun meneguk ludah. "Telepon?"
"Ya, saudaramu menelepon lewat telepon umum. Kami tidak tahu di mana posisinya, tepatnya, tetapi dia menemukannya dengan menelusuri telepon umum yang tersebar di area ini." Kris menjelaskan, melihat mereka berdua melalui kaca spion.
Chanyeol bengong seperti biasa selama percakapan serius, memandang keluar jendela dan melihat apakah mobil itu atau bulan yang akan memenangkan balapan.
Baekhyun terkagum-kagum. Kalau bukan karena Chanyeol, polisi mungkin sudah datang terlambat. Dia mungkin sudah mengikuti wanita tua yang baik itu ke gang yang gelap, berpikir mungkin itu hanya bagian kota yang kumuh, dan selanjutnya apa? Sebuah van akan mengangkutnya, membawanya jauh, membedahnya, dan membuang mayatnya ke suatu tempat yang orang akan menemukannya membusuk seminggu kemudian. Pikiran yang mengerikan itu membuatnya merinding. Chanyeol telah menyelamatkan hidupnya. Dia masih belum yakin bagaimana caranya memproses semua itu, jika sama sekali, karena Chanyeol bersikap sangat normal, seperti dia tidak tahu hasil dari perbuatan heroiknya.
Di samping itu, Baekhyun penasaran tentang Kris, bagaimana dia berakhir dengan seragam polisi, saat dia memperkenalkan dirinya kepada seluruh kelas beberapa minggu lalu. "Jadi..." Baekhyun memutar ibu jarinya, "Apa kau seorang agen yang sedang menyamar atau semacamnya?"
“Menyamar?" tanya Kris, dan tiba-tiba tertawa, "Oh, tidak, tidak kok. Aku dua puluh enam tahun. Saat aku lulus sekolah di Vancouver, aku tidak langsung kuliah. Aku tidak mau kembali ke Canada; itu bukan hidup bagiku, dan jalan satu-satunya mereka bilang akan mengizinkan aku untuk kuliah di Korea di umur seperti ini adalah jika aku mengambil tes, berhubung aku sudah lulus sekolah sejak lama. Kukira aku hanya ingin menambah wawasan dan berharap agar aku mendapat pendidikan yang lebih baik dari ini, jadi aku kembali ke sekolah."
Masuk akal. Baekhyun mengangguk pelan. "Kenapa Hye-Seong?"
"Tidak ada sekolah lain yang menerimaku, seorang petugas berusia dua puluh enam tahun mencoba menghidupkan kembali mimpinya? Terdengar jarang, dan aku sudah terbiasa dengan orang-orang yang mengkritik penampilanku. Tidak akan ada yang mengira aku seorang polisi, hanya pria mencurigakan pembuat masalah," Kris terkekeh.
Jadi Kris hidup seperti itu juga, pikir Baekhyun, Kris harus berhadapan dengan orang-orang yang mengkritiknya berdasarkan penampilannya, seperti halnya Chanyeol karena kondisi mentalnya. Di satu sisi, dia terkejut karena Kris tetap pergi ke sekolah walaupun orang-orang salah mengkritiknya. Di sini, Kris adalah petugas yang hebat yang dihormati oleh semua orang; di sekolah, dia hanya seorang murid payah, yang berusaha keras untuk merayu orang-orang yang “berada di luar jangkauannya”.
"Ditambah lagi, aku tidak ingin semua perhatian itu jika aku ditempatkan di mana pun di dekat Hye-Seong. Biarkan ini menjadi rahasia?" Kris tersenyum lebar saat mereka melaju ke pos polisi.
Baekhyun mengangguk. Dia akan membawa rahasia itu sampai mati.
Saat interogasinya berakhir, Kris mengantar mereka pulang dengan mobil patroli, benar-benar sampai ke depan pintu rumah mereka. Dia merasa kalau mereka bertiga menjadi lebih dekat dalam waktu dua jam. Guyonan Kris tidak terlalu buruk dan dia adalah orang yang baik di balik wajahnya yang mengintimidasi. Nyatanya, Baekhyun bertanya-tanya apakah ada orang yang bisa lebih baik hati. Saat mereka masuk ke dalam, Chanyeol menyebutkan tentang dia pernah membaca sebuah fabel sebelumnya, tentang seekor serigala yang menyamar sebagai seekor domba. Chanyeol mengatakan bahwa Kris adalah kebalikannya: seekor domba yang menyamar sebagai seekor serigala.
Malam itu hujan deras. Sangat deras sehingga atapnya bergetar di atas mereka, dan sangat dingin sehingga Baekhyun harus menyimpan piringan panas di kamarnya mengimbangi kehangatan yang meresap keluar dari tembok. Dia akhirnya menelepon ibunya saat hampir tengah malam dan menyuruhnya menginap di rumah teman untuk semalam, karena cuacanya terlalu buruk dan dia cemas akan keselamatan ibunya.
Ibunya meninggalkan sebuah brosur di meja. Di sampulnya tertulis 'Lembaga Kejiwaan Seoul' dengan huruf-huruf yang halus, sedangkan halaman-halamannya menunjukan perubahan yang tidak realistis. Di sana ada rekapitulasi singkat dengan beberapa foto pasien-pasien yang bahagia dengan senyum palsu mereka. Dia membalik halamannya satu per satu, mencoba untuk mencari keyakinan di balik semua kebohongan manis yang ditawarkan oleh institusi itu, bahkan tidak ada yang menarik baginya. Satu-satunya hal yang meyakinkan Baekhyun tentang institusi itu adalah taman bunga mawarnya. Chanyeol suka taman, jadi dia berharap, jika sesuatu yang buruk bertambah buruk, Chanyeol akan mencari tempat yang dapat mengisi kekosongannya.
Mungkin para pekerja yang tersenyum itu tahu jawaban yang Baekhyun tidak ketahui.
Saat seseorang mengetuk pintunya, Baekhyun buru-buru menyelipkan brosur itu ke bawah bantalnya dan menunggu Chanyeol untuk masuk.
"Baekhyun, hujan… hujannya deras, bolehkah aku… tidur bersamamu?" Chanyeol bertanya dengan hati-hati, menyeret masuk sebuah selimut.
Biasanya, Baekhyun bilang tidak. Jika dia cukup egois, dia mungkin sudah menolak, dan menyuruh Chanyeol untuk tidak menganggunya. Lalu, dia akan berbalik dan berputar di kasurnya karena mendengar Chanyeol menangis tersedu-sedu di kamar sebelah, tetapi tidak pernah berani untuk menarik kembali kata-katanya. Dia menunjukkan rasa bersalahnya melalui amarah, memukul kepalan tangannya ke tembok dan berteriak kepada Chanyeol untuk diam supaya dia bisa kembali tidur.
Kali ini, dia menarik sedikit selimutnya dan menepuk tempat di sampingnya setelah bergeser. Chanyeol menyelusup di sampingnya, dan mereka berbagi satu bantal bersama, keduanya menghadap langit-langit yang penuh dengan bintang-bintang yang terbuat dari plastik.
Guntur bergemuruh di luar, dan meraung dengan suara yang sangat keras. Cahaya kilat yang memenuhi ruangan itu, dan berangsur hilang seperti sihir. Chanyeol merintih pelan.
"Kau tidak takut dengan kilat, kan?" Baekhyun menggoda, memutar kepalanya sedikit untuk melihat mata Chanyeol melirik ke sana kemari saat guntur bergemuruh lagi, kali ini lebih keras. Hujannya turun dengan sangat keras sampai Baekhyun pikir atapnya bisa rusak.
Chanyeol menggeleng, tetapi menarik selimutnya sampai ke dagu.
"Seseorang pernah memberitahuku saat aku kecil apabila angin berhembus, itu berarti seseorang sedang memanggil namamu. Jika hujan, itu berarti seseorang sangat merindukanmu, atau mereka menangis karenamu. Konyol, kan?"
"...Ibu?" Chanyeol berkedip, "Ayah?"
Baekhyun tersenyum dan mengangguk. "Ya, aku yakin ayah dan ibumu sangat merindukanmu."
"Bagaimana… dengan ayah Baekhyun?"
Baekhyun menggeleng. "Aku tidak terlalu peduli dengannya, dia yang meninggalkan kami." Dia bergumam pelan.
Bunyi halilintar menggetarkan seluruh kamar tidur, menerangi ruangan yang gelap dengan cahaya putih dan biru membutakan yang luar biasa. "Kupikir Tuhan tidak ingin kau berbohong, Baekhyun," bisik Chanyeol, menyikut pemuda itu dengan mata yang sedikit lebih lebar.
Baekhyun berpura-pura tidak mendengarnya, dan akhirnya, kesunyian melanda mereka sampai dia hanya mendengar suara rintik-rintik hujan menetes ke curat air dan dengkuran pelan Chanyeol di sampingnya. Jika Chanyeol bisa memenangkan sebuah kompetisi, itu adalah kompetisi “tertidur paling cepat”. Dia bisa berceloteh saat ini, dan kemudian padam seperti cahaya.
Dia pikir itu lucu. Baekhyun berbalik untuk menghadap Chanyeol dan iseng menjepit hidungnya, menahan tawanya saat pemuda yang lain tergagap mencari udara, dan menggumamkan sesuatu tentang Whack-A-Mole di dalam tidurnya. Chanyeol masih seperti dirinya, bahkan saat tertidur. Dia menguap saat dia menarik selimutnya sendiri sampai ke dagu, memori lama yang telah hilang berlalu lalang masuk dan keluar dari pikirannya seperti gulungan film yang terputus. Saat dia memejamkan matanya, dia melakukan perjalanan melalui ruang dan waktu, mengunjungi tempat-tempat dan orang-orang yang hanya ada di memori berharganya.
"Baekhyun, Sayang, ini Chanyeol. Dia tinggal bersama kita sekarang, jadi kalian berdua bisa berangkat sekolah bersama. Beri salam," ibunya berkata dengan hangat, mendorong Chanyeol pelan ke arah Baekhyun.
Baekhyun menatap anak lelaki itu, menggenggam mainan Power Ranger-nya. Rambut Chanyeol keriting dan dia raksasa, telinga terkelapai yang hampir terlihat seperti peri, jika bukan karena Chanyeol agak terlalu tinggi untuk dibilang sebagai peri. Itu karena senyum lebar Chanyeol yang melelehkan es di antara mereka, saat Chanyeol bicara lebih dulu.
"Hai, Aku Chanyeol." anak lelaki itu melambai sedikit kepadanya.
"Aku…Baekhyun."
"Senang bertemu denganmu, Baekhyun," balas Chanyeol, "apakah itu mainan Power Ranger yang baru? Aku punya Ranger merah di rumah, mau lihat?"
Baekhyun menggenggam mainannya dengan malu-malu, tetapi dia mengangguk.
Sudah waktunya Ranger hitam miliknya mempunyai teman baru.
Perlahan-lahan, semakin lama dia berada di dalam suasana yang seperti mimpi, semakin memorinya menjadi tajam dan jelas.
"Chanyeol, aku takut..." Baekhyun kecil meringkuk ke dalam gulungan selimut, menatap Chanyeol kecil saat guntur bergemuruh, menerangi benteng seprai mereka.
"Jangan takut," Chanyeol meyakinkan dengan senyumnya, "Apabila angin berembus, itu berarti seseorang sedang memanggil namamu. Jika hujan, itu berarti seseorang merindukanmu. Kau tidak perlu takut, aku akan melindungimu!"
"Benarkah?"
"Iya."
"Selalu?"
"Selalu! Janji!"
"Berhenti mengikutiku! Aku bilang aku ingin main dengan Jonghyun hari ini karena kau tidak punya Dino Thunder Ranger! Bagaimana bisa Dino Ranger hitamku main dengan Ranger merahmu kalau punyaku bisa berubah menjadi Raptor? Bisakah punyamu melakukan itu?"
"T-Tidak...." Chanyeol menunduk untuk melihat Ranger merahnya, yang sudah dia simpan bertahun-tahun dan tidak punya cukup uang untuk membeli yang baru. Sekarang Baekhyun telah naik ke versi yang baru, dia bermain dengan anak-anak dengan jenis yang sama, bahkan menggantikan Ranger merah Chanyeol di tim. "Aku hanya ingin main denganmu, Baekhyun...."
"Tidak! Kita tidak bisa main Power Ranger kecuali kalau kau membeli Dino Thunder, jadi berhenti mengikutiku karena aku ingin main dengan Jonghyun!"
Chanyeol masih mengikutinya, memegang Ranger merahnya dengan hati-hati. Saat mereka sampai di jalanan, Baekhyun berbalik badan dan mendorong Chanyeol sangat keras sampai dia jatuh ke trotoar lalu mobil yang melaju nyaris di batas kecepatan menabraknya dengan bumper depan. Chanyeol jatuh ke aspal dengan debuman keras, dan Baekhyun hanya menatap kaget. Itu adalah saat-saat yang paling traumatis di dalam hidupnya, saat dia melihat kepala Chanyeol berdarah, dan dia hanya berdiri di sana sampai si sopir keluar dan menelepon ambulan.
Saat-saat yang sangat traumatis sampai-sampai dia tidak mengingatnya, dia telah mendorongnya jauh kembali ke dalam relung pikirannya saat ia tumbuh dewasa, karena setelah kecelakaan itu, Baekhyun tidak melihat Chanyeol untuk waktu yang sangat, sangat lama.
Kehangatan membanjiri pikirannya lagi. Baekhyun bertanya-tanya apakah ia tertidur, ataukah hanya berbaring di tempat tidur, mengunjungi kembali masa lalunya, tetapi entah bagaimana, dia merasa begitu… ringan. Memori lain berputar di kepalanya, suara-suaranya berangsur hilang di telinganya.
"Baekhyun, ini Chanyeol. Dia saudara tirimu."
Baekhyun, pulang dari latihan sepak bola, menjatuhkan tasnya di sebelah rak sepatu dan menatap pemuda yang bediri di hadapannya. Dia mempunyai rambut cokelat keriting yang membingkai wajahnya, dan sebuah senyum yang terlihat sangat, sangat tidak asing.
"Dia akan tinggal bersama kita, Sayang, jadi baik-baiklah kepadanya."
Baekhyun mengangkat alisnya. "Kau tahu bagaimana caranya bermain bola?"
Chanyeol menggeleng.
"Hey, Baekhyun! Ayo kita main!" Sekelompok temannya yang sudah berkumpul di depan rumahnya berteriak memanggilnya.
"Ibu, aku pergi!" teriak Baekhyun, dan menutup pintu di muka Chanyeol. Dia tidak pernah sempat melihat bagaimana ekspresi Chanyeol saat dia pergi.
Saat dia bangun, Chanyeol pergi meninggalkannya besok lusa.
0 Response to "Baby's Breath Chapter 18"
Post a Comment