Baby's Breath Chapter 26
Tittle : Baby's Breath
Cast(s) : Baekhyun and Chanyeol, with EXO as Cameos
Disclaimer : I don't own anything . Story belong to Jindeul .
Note : Diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Amusuk dan Yaoi_fanboyBaby's Breath [Indonesia] https://www.asianfanfics.com/story/view/390422/baby-s-breath-indonesian-indonesian-exo-translation-baekhyun-chanyeol-baekyeol-chanbaek
Baby's Breath [English/The Real] http://www.asianfanfics.com/story/view/378771/baby-s-breath-angst-romance-exo-baekhyun-chanyeol-baekyeol-chanbaek
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Baby’s Breath
Baby’s Breath
Baby’s Breath”, bunga klasik yang biasa dipakai sebagai pengisi korsase, buket, dan rangkaian bunga lainnya.
Melambangkan kesucian, ketulusan, dan kebahagiaan; alasan utama mengapa florist menggunakannya bersama
dengan mawar, simbol teramat kuat cinta sejati.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Deskripsi : Namaku Byun Baekhyun.
Saudara tiriku Park Chanyeol.
Aku adalah kapten tim sepak bola sekolah kami dan peringkatku juga tinggi, kurang lebih.
Saudara tiriku mempunyai IQ 65 “di bawah rata-rata”. Dia menjalani home-schooling selama sebagian besar hidupnya. Ya, dia mengalami keterbelakangan mental. Lumpuh secara intelektual. Cacat secara jasmani. Terserah kau menyebutnya apa. Dia tidak berbuat banyak dalam hidupnya selain menyirami tanaman di toko bunga milik keluarga kami dan berusaha memecahkan soal matematika kelas dua. Dia masih menghitung dengan jari.
Hidupku berubah, sedikitnya, semenjak kepindahannya ke rumah kami.
Namaku Byun Baekhyun dan aku ingin saudara tiriku yang bodoh ini menghilang.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Hei, bagaimana perasaanmu, Baekyeonce?” senyum Jongin sembari menarik kursi untuk duduk di samping temannya yang tengah dirawat. Setelah berjam-jam lamanya, Baekhyun akhirnya membuka mata dan Jongin kebetulan menjadi orang pertama yang menyaksikan.
Jongin tak mampu meninggalkan sisi tempat tidur Baekhyun meskipun hari telah larut dan para dokter mendesaknya untuk kembali lain waktu. Ada rasa kesetiaan, tentu saja, namun pengkhianatan juga turut bergolak dalam perutnya. Jongin pikir, andai saja ia sampai lebih awal, mungkin ia mampu mencegah semua ini terjadi, atau bila saja ia cukup berani untuk masuk ke dalam bara api, maka Chanyeol tak akan butuh waktu selama itu untuk membopong Baekhyun keluar.
Ia bertanya-tanya bagaimana Chanyeol melakukannya. Bagaimana caranya Chanyeol mampu mengumpulkan keberanian untuk memasuki sebuah gedung yang terbakar dengan membawa seseorang yang sama berat dengannya? Bagaimana caranya ia mampu mempertaruhkan segala yang ia miliki hanya untuk menyelamatkan orang lain? Mungkin, pikir Jongin, mungkin untuk mengambil resiko tak ada hubungannya dengan seberapa pintar dirimu namun seberapa besar rasa cintamu.
Tetap saja, hal itu tak menghapus rasa bersalahnya, ketika ia menatap Baekhyun dan melihat pemuda itu beranjak duduk. “Santai saja.” ucapnya, “Semuanya mengkhawatirkanmu, kau tahu. Kau baik saja?”
Baekhyun menatap sekeliling dan mengeluh, mengusapkan tangan pada wajahnya yang terasa kaku seluruhnya. “Yeah, rasanya seperti dilempar dengan batu-bata.” ia bergumam, memijat bagian kepalanya yang terasa sakit. “Berapa lama aku tertidur? Dimana Chanyeol?”
Jongin tak tega untuk menjawab pertanyaan kedua dengan jujur, jadi ia menjawab yang pertama. “Beberapa hari. Berita baiknya Chanyeol baik-baik saja, berita buruknya... yah...” Ia mengernyit, tak mampu bertemu pandang Baekhyun ketika sang pemuda menyibak selimut dan menemukan kedua kakinya yang terbebat gips tebal. “Kakimu patah. Kau dilarikan ke ruang operasi dan mereka menyambungnya kembali.”
“Apa?”
“Kau tak bisa bermain bola lagi, Baek. Mereka memasukkan pipihan besi dalam tulangmu, para dokter bilang kau harus istirahat total dari olahraga.”
“... Apa?” tanya Baekhyun lagi, menatap Jongin tak percaya.
Menghela nafas, Jongin bangkit dan meraih catatan yang disematkan di ujung tempat tidur. Ia membolak-balik halaman-halamannya, membaca diagnosa para pasien dengan nada mengejek hanya untuk mencerahkan suasana. Ketika ia selesai, ia merendahkan catatannya dan menghela nafas, kembali terduduk di kursi. “Hei... tapi kau tak pernah tahu, bila kau akan mampu untuk berlari lagi, kau bisa menentukan standar dan menjadi keajaiban yang dibicarakan para dokter, ‘kan?”
Ia tersenyum, namun tidak dengan Baekhyun. Malam itu, Baekhyun menangis berjam-jam dan kaus Jongin basah oleh air mata.
Seminggu kemudian, sidang kasus diadakan untuk menentukan nasib Chanyeol. Nasib yang mana tak ia miliki pada awalnya, namun ketika para dewan yang mengerjakan kasusnya menerima petisi bertandatangan dari sebuah sekolah yang menentang rehabilitasi Chanyeol, dewan sidang memutuskan membawa dua pengacara kasus untuk menyelesaikan kasus hingga tuntas.
Dua-puluh empat jam sebelum kasus dibuka, pengacara pembela meminta kaset rekaman dari ruang tahanan Chanyeol, untuk menginvestigasi apakah benar pemuda itu memang bersifat brutal sehari-harinya. Para staf enggan untuk menyerahkan sebuah kaset yang menampilkan lorong sunyi dan ruang tahanan pribadi institusi itu.
Namun, ada satu adegan dimana Chanyeol berlari keluar ruangan, memukul dan menendang para staf yang menghalangi jalannya. Sang pengacara mengembalikan kaset rekaman pada kepolisian dan mencari bukti baru.
Sejauh ini, kondisi Chanyeol masih tersudutkan.
Ketika sidang dibuka, staf utama institusi mengambil kursi di salah satu sisi pojok ruangan. Chanyeol dibawa oleh dua lelaki berpakaian putih, pergelangan lengannya menyilang dibelakang punggung. Ia begitu terlihat kurus dan lelah hingga ia terus menerus limbung, kantung matanya kini ungu gelap. Seolah-olah para lelaki itu tengah memegangi sisa kerangka dari seorang manusia.
Baekhyun masuk dari pintu lain, memakai kursi roda, dengan ibunya yang mendorong kursi rodanya spanjang jalan. Setengah jalan, ia meminta ibunya untuk berhenti dan dengan keras kepala mendorong sendiri rodanya ke tempat duduknya di belakang podium kayu. Ketika orang-orang berdatangan, ruang sidang terasa dingin dan tensi ketegangan berbaur di udara yang kemudian Jongin sela ketika ia berdeham.
Untuk pertama kalinya dalam dua minggu, Baekhyun dan Chanyeol melihat satu sama lain pada dua sisi ruangan yang berbeda.
Mata Chanyeol melebar dan ia hampir meneriakkan nama Baekhyun bila tidak karena fakta bahwa Baekhyun memalingkan kepalanya, dan ibu Baekhyun menutupi pandang darinya.
Baekhyun menggigiti bibir bawahnya dan berusaha untuk tetap menjaga pandangannya kebawah, menunggu sang hakim untuk memulai sidang.
Tak lama, pengacara dari pihak penuntut mempunyai kesempatan untuk menuntut mereka, dengan rekaman dan saksi untuk menunjukkan bagaimana dan mengapa Chanyeol ditahan begitu sering sebelumnya. Sang pengacara menyebutkan kelakuannya itu kasar dan gila, yang menyebabkan Chanyeol menculik saudara tirinya dan menempatkannya dalam bahaya besar. Sebagai kata terakhir, pengacara menawarkan rekaman pengamatan dari kelakuan Chanyeol tepat sebelum dia kabur dari institusi.
“Pasien Park Chanyeol tidak punya sesuatu untuk dikatakan sebagai pembelaan dalam interogasi, hanya kata-kata yang saya kutip,Semuanya salah Chanyeol, kan? Baekhyun sampai terluka, semua ini salah Chanyeol, kan? Dia telah mengatakan itu selama dua minggu.”
Kemudian pengadilan dilanjutkan untuk memutar rekaman yang telah dikumpulkan oleh institusi tentang ledakan kekerasan Chanyeol dan bukti-bukti foto pembakaran yang dia lakukan di lingkungan terdekat. Orang-orang yang diwawancarai menyatakan bahwa Chanyeol gila dan perlu ditahan.
Ketika saatnya giliran pihak pembela untuk berbicara, seorang pengacara, gadis mungil bernama Kim Taeyeon bangkit dari kursinya. Saat dia berdiri, para pria di ruangan itu terdengar mencibirnya pelan. Dari penampilannya, dia terlihat seperti baru menjalani kasus pertamanya. Dia mengabaikan cemooh itu, membetulkan kaca mata putih dengan frame dari kawat miliknya dan mengumpulkan kertas-kertasnya. Suaranya memang kecil tapi dia bisa menyampaikannya dengan jelas. “Saya ingin menunjukkan beberapa kekurangan pada rekaman yang tadi anda tunjukkan,” katanya.
Saat rekamannya diputar kembali, dia memberhentikan di satu titik dimana ruangan tempat Chanyeol menyerobot keluar itu terbuka lebar. Dia menunjuk kepada tangan yang terjulur keluar dari sana, jari-jarinya dilumuri oleh sesuatu yang kelihatannya seperti darah. “Pasien Park Chanyeol ditemukan di lokasi kejadian dalam keadaan luka parah di wajah dan sekujur tubuhnya.”
“Apa anda menuduh institusi melakukan tindakan kekerasan, nona?” pria berkacamata itu bertanya.
“Ya,” katanya, mendekap kertas-kertas itu. “Saya menyerahkan rekaman itu kepada polisi dan mereka menginvestigasi apakah rekaman itu diedit, yang mana ditemukan beberapa klip dipotong dari durasi aslinya. Seperti yang dapat anda lihat disini... detik-detik dalam video terlewatkan beberapa detik. Membuatnya terlihat seperti satu kejadian terjadi setelah kejadian yang lain.”
“Konyol.”
“Lanjutkan.” hakim memerintahkan.
Taeyeon berdeham lalu menunjuk orang lain yang ada di dalam ruangan tempat Chanyeol berusaha keluar dari sana sebelumnya. “Dan kita lihat disini ada pasien lain di dalam ruangan bersama Tuan Park Chanyeol dilihat dari label nama di bagian dada sebelah kanan.”
“Dia adalah salah satu staf kami.” si pria berkacamata menggerutu.
“Kebalikannya, para staf memakain label nama mereka di sebelah kiri, para pasien di sebelah kanan. Saya telah diberi izin oleh keluarga pasien untuk membawanya kemari, untuk memberikan kesaksian.” Dia menunjuk seorang perempuan berbaju putih seperti Chanyeol yang menundukkan kepalanya. Pasien itu dibawa ke podium.
“Nona Hwang Minyoung?” tanya Taeyeon. “Bisakah anda memberitahu kami apa yang terjadi malam itu, saat anda dan Park Chanyeol dibawa ke sebuah ruangan oleh para staf?”
Minyoung mengangkat kepalanya perlahan, wajahnya pucat seperti kertas. Dia benar-benar terdiam untuk beberapa saat, bibirnya tertutup rapat sambil melirik Taeyeon dan Chanyeol secara bergantian. Dia menunduk kembali dan menggeleng.
Pria berkacamata itu menyeringai. “Dia tidak pernah bicara semenjak dia dibawa ke pengamanan, Yang Mulia. Sangat jelas dia tidak mempunyai kecerdasan untuk mencerna apapun yang melewati kaidah dari apa yang telah terjadi.”
“Dia bisa.” Chanyeol menyela, menatap Minyoung dan bergumam pelan. “Dia bisa bicara.”
“Wow, Chanyeol, bagaimana kau bisa tahu banyak sekali nama bunga-bunga? Kau sangat pintar, ya?”
Saat Minyoung mendongak kaget, Chanyeol menatapnya untuk waktu yang sangat lama dan gadis itu mengalihkan pandangannya untuk beberapa saat. Dia mengatupkan bibirnya yang kering sebelum berbicara melalui dengung kipas angin di dalam ruangan dengan penuh rasa takut. “M-Mereka membawa kita ke sebuah ruangan... mereka mengikatku ke meja dan melakukan segala jenis... sesuatu yang buruk... dan Chanyeol... Chanyeol berusaha membuat mereka berhenti dan...”
“Bohong! Dia berbohong, Yang Mulia!” si pria berkacamata menyalak, menunjuk dan menuduh gadis yang ketakutan itu.
“Lalu?” Taeyeon bertanya kepada Minyoung, tatapannya masih terpaku pada gadis itu. “Lalu apa lagi yang mereka lakukan, Minyoung-sshi?”
“Mereka memberitahu... Chanyeol... mereka akan membunuh saudaranya jika ia memberitahu siapapun.”
Orang-orang di dalam ruangan mulai berbisik-bisik dan berbicara satu sama lain karena terkejut. Hakim membungkam mereka dan menoleh ke arah para staf yang juga terlihat sama terkejutnya, tidak tahu harus berkata apa. Bahkan pengacara mereka terlihat ngeri, berusaha mengumpulkan data apapun untuk membantah bukti-bukti itu.
“Yang Mulia,” pengacara itu berkata, “Sang pasien melakukan pembakaran, membahayakan beberapa warga desa, dan membuat saudaranya masuk rumah sakit. Tentu saja jenis kekerasan yang seperti itu tidak bisa dibilang waras.”
“Sebenarnya,” Taeyeon berkata, “Kim Jongin bersaksi bahwa nyala api tidak dilakukan oleh Park Chanyeol dan tidak berasal dari dapur melainkan ketel. Secara logika, tidak masuk akal kalau Park Chanyeol telah dengan sengaja mencoba menjebak saudaranya di dalam api saat dirinya ditemukan membawa Baekhyun keluar dari api meskipun dirinya dalam keadaan cacat. Dokter mengatakan, kalau sedikit saja terlambat, dirinya dan Baekhyun bisa saja sudah binasa di dalam api. Setelah diinvestigasi lebih lanjut, polisi menemukan bahwa api disebabkan oleh kerusakan pada ketel. Lalu, kenapa, Tuan Kim Jongin bersaksi bahwa dia melihat salah satu staf institusi membawa pipa timah, pergi terburu-buru?”
Ada sebuah kesunyian yang lengang dan panjang di dalam ruang sidang.
“Ini adalah petisi yang diisi oleh seluruh siswa yang seangkatan dengan Chanyeol dan mengatakan bahwa Chanyeol tidak pernah berlaku kasar di lingkungan kelasnya. Faktanya, saya juga menerima surat yang ditulis tangan oleh seorang siswa pindahan bernama Lu Han yang menyatakan bahwa Chanyeol mencegahnya lompat dari atap gedung sekolah.” Taeyeon mengangkat selembar kertas dengan beberapa tanda tangan yang berbeda dan sebuah surat di dalam amplop dari China.
Saat sidang pertama selesai, para pengacara diberikan kesempatan untuk berbicara kepada para saksi. Taeyeon meminta sidang dengan Chanyeol dan bertemu dengannya di sebuah ruangan privat hanya untuk mereka berdua.
Saat duduk di meja yang bersebrangan dengan Chanyeol, dia menyadari bahwa Chanyeol sedang menatap bros bunga di bajunya. Dia harusnya sudah mulai bertanya tentang apa yang akan dia katakan selanjutnya, tetapi dia ingin mencari tahu tentang kesukaannya terlebih dahulu. “Kau tahu bunga apa ini?” dia bertanya, menunjuk brosnya.
Chanyeol mengangguk. “Baby’s Breath.”
“Mereka bilang bunga ini melambangkan kebahagiaan.” Taeyeon berkata pelan, tersenyum.
Chanyeol menggeleng pelan. “Hanya...” dia berkata dengan parau, tatapannya menerawang dan jari-jari terjerat satu sama lain. “Kadang-kadang. Itu melambangkan... melambangkan kematian... Itu melambangkan p-perpisahan...” dia berkata pelan, mendongak seperti dia mengingat sesuatu. “Itu melambangkan kematian dan perpisahan.” Dia membuka mulut untuk membasahi bibirnya, berpikir keras. “Dan... sebuah mawar melambangkan cinta... itu melambangkan cinta...” Dia mengulurkan tangannya dan menyentuh mawar merah di tengah-tengah bros yang dikelilingi bunga Baby’s Breath. “Kalau disana ada sebuah mawar... Itu berarti... Aku mencintaimu sampai mati.”
Taeyeon tersenyum lembut, melihat air mata berkilauan di mata Chanyeol.
“Baekhyun...” kata Chanyeol, mendongak dengan cepat, “Baekhyun adalah mawarnya... terkadang aku adalah kematian dan perpisahan... tetapi bersama Baekhyun... Aku... lebih dari itu...”
“Kau pasti sangat mencintainya.”
“Sampai mati.”
Saat interogasinya telah usai, Taeyeon membutuhkan waktu sebentar untuk membetulkan riasan wajahnya supaya air matanya tidak mencoreng eyelinernya yang tipis. Lalu, dia dipanggil ke dalam ruang sidang untuk sidang yang terakhir.
Dia duduk dan melihat beberapa orang di dekat podium hakim sedang berbisik-bisik sampai hakim mengumumkan beritanya keras-keras: “Saksi Byun Baekhyun telah mengundurkan diri. Sidang akan berlanjut tanpa kehadirannya.”
0 Response to "Baby's Breath Chapter 26"
Post a Comment